Kamu akan menemukan hal-hal mencengangkan selama perjalanan mencari jati diri.
Sebelumnya aku minta maaf kalo ada yang tersinggung atau sakit hati sama tulisanku. Atau kamu akan ngeliat aku berbeda dari sebelumnya, gapapa, itu hakmu. Aku nggak bisa ngatur pendapat orang lain, dan kamu juga sama. Orang lain cuma bisa berbicara, tapi siapa yang menentukan kamu bakal sakit hati atau nggak itu adalah dirimu sendiri.
Nggak ngerti harus mulai nge-rant dari mana. Mungkin flashback dari 1-2 tahun terakhir? Berarti itu umur 20 taun ya? Oke. Jadi seperti yang kita tau kalo umur 20-an itu termasuk masa kritis sebagai manusia. Apa lagi kalo bukan masalah karir dan nikah khususnya (aku lebih suka nyebutnya 'settle down' biar maknanya lebih luas)? Saudara di kiri dan kanan mulai mencoba 'peduli' dengan bertanya "Udah punya calon? Udah punya pacar? Lho kok belum punya pacar?" Dan jawaban saya? Silakan cari di postingan saya sebelumnya. Teman-teman kuliah mulai berskripsi ria, sidang, wisuda, dan nikah satu per satu. Mereka yang udah punya calon pasangan keliatan bahagia banget di foto nikahan mereka, atau mereka yang udah siap-siap nikah. Aku seneng lihatnya, jujur. Nikahan dan lahiran adalah momen yang membahagiakan meskipun kamu nggak kenal mempelainya.
Tapi yang single gimana?
Berikut ini adalah kutipan chat from a certain group chat.
A: Cie mbak B tinggal menghitung hari
B: Aduh A jangan bahas manten, nanti banyak yang baper
A: Aku aja udah baper kok B.
B: Jangan baper A, sabar... Semua nanti pasti bakal jadi manten kok
C: Satu per satu teman-teman melepas masa lajangnya. Aku kapan ya? Jadi baper deh
D: Hmmm B bikin kita baper
B: Latihan D, sebelum nikah. Lebih baper nanti XD
C: Ya Allah B jahat ngiming-imingi aku
D: Hmm aku sabar aku rapopo T_T
B: Maafin ya C...
Satu kalimat buat si tukang baper: Kamu tega banget. Sebetulnya masih ada chat baper yang lebih lengkap dan panjang dan berulang tapi males ngetik. Lagian isinya juga sama. BAPER.
Yang single baper. Oke kamu boleh baper. Kamu berhak baper, itu manusiawi. Tapi kalo bapernya terus-terusan itu ganggu banget asli. Pikiran-pikiran negatifmu itu ganggu sesama single di sekitarmu. Mereka yang aslinya tenang akhirnya ketularan insecure, thanks to your laments. Ada lagi yang suka pasang status-status baper, quotes, dan kutipan-kutipan ayat Quran dan Hadits soal nikah di berbagai platform media sosial. Sebar kutipan-kutipan tadi sebenernya boleh karena bisa mengedukasi orang lain yang belum tau. Tapi kalo berkali-kali akhirnya misused dan itu sangat menyebalkan dan... menyedihkan. Kayak nunjukin kalo kamu pingin banget nikah (aku nyebutnya "kemrabi"), udah siap nikah, siap menyongsong masa depan yang lebih indah dengan pernikahan. Ditambah berita yang hits baru-baru ini, soal anak ustadz yang nikah muda pake banget. Semakin menjadilah semangat para pejuang baper ini buat nikah secepatnya, secepat kilat. Bayangan indahnya pernikahan kayaknya udah memenuhi pikiranmu siang dan malam. Ya sekarang terserah sih kalo kamu mau nikah muda, kita beda prinsip :)
Kamu boleh baper. Kamu berhak insecure, apalagi kalo kamu cewek. Itu manusiawi. Tapi kalo bapernya terus-terusan itu ganggu banget. Asli. Liat ke dirimu sendiri. Udah siap nikah belum? Nikah itu tanggung jawabnya besar lho. Jangan terbuai sama manis-manisnya aja tapi nggak tau gimana cara ngedapetin dan mertahaninnya. Manusia juga nggak bisa "auto-dewasa" dengan menikah lho.
But there's something strange.
Aku marah dan capek. Aku capek baca keluhan-keluhanmu. Kamu menuh-menuhin timeline dan hapeku dengan keluhan-keluhan yang sama. Kamu yang gampang banget ke-trigger soal pernikahan, kembali baper dan meracuni pikiran orang lain. Mungkin karena prinsipku "Jodoh datang di waktu yang tepat pada orang yang tepat. Jodoh bukan balapan" ya, aku jadi sewot. Tapi aku nggak ketularan baper dan meratapi nasib kejombloan ini.
"Ah mungkin karena aku memang masih suka sendiri."
"Ah mungkin karena aku quirkyalone dan introvert."
"Ah mungkin karena aku masih fokus kuliah sama nyari kerja aja. Nanti juga kepikiran buat nikah kok."
"Ah mungkin karena aku lagi suka banget sama Arashi." --> *suka banget kok terus-terusan XD*
dan sejumlah 'Ah mungkin' lainnya.
Aku nggak ngerti kenapa kamu baper. I don't feel a thing. What the hell was wrong with me? Am I that ignorant to "that" matter? Sampe akhirnya aku browsing tentang "Aromanticism" dan nemuin tes-nya (barangkali mau nyoba XD di sini sama di sini). And I found the missing link.
I show a tendency to be a demiromantic and demisexual. Demiromantik dan demiseksual masuk dalam daerah abu-abu spektrum aromantik dan aseksual. Seorang demiromantik demiseksual bisa nunjukkin indikasi aromantik aseksual, tapi mereka juga bisa menjalin hubungan sama orang lain, dengan syarat utama: harus ada ikatan emosional yang kuat sama orang itu. Cara orang demiromantik demiseksual untuk mendapatkan cinta nggak melulu dari pacaran atau nikah, bisa dari orangtua, bestfriends, saudara, teman kerja, dll. Jadi kalo misalnya kamu suka sama orang yang kebetulan -- atau apesnya -- demiromantik padahal kamu nggak deket, trus kamu nembak, aku jamin hasilnya NO. Sorry. Nggak tau kalo Mas Anang.
That's why I don't understand your insecurities.
Not because I don't care.
Because I can't.
I CAN'T understand your insecurities.
I CAN'T feel your insecurities.
Aku nggak ngerti kenapa kamu perlu baper waktu bahas soal nikah, undangan, akad nikah, atau tunangan.
Aku nggak ngerti kenapa jadi single terlihat seperti kutukan dan nikah adalah satu-satunya cara untuk membangunkanmu dari mimpi buruk.
Aku nggak habis pikir sama orang-orang yang gampang jatuh cinta dan gonta-ganti pacar dalam waktu singkat.
Aku nggak ngerti kenapa kamu hipersensitif soal jodoh.
Aku nggak ngerti kenapa kamu mau cepet-cepet nikah dengan resiko kamu nikah sama orang yang baru kamu kenal.
Aku gak bisa bayangin aku harus habisin sisa hidupku sama orang asing yang tiba-tiba datang dan nyampurin urusan sama prinsip-prinsipku. Kamu pikir kamu siapa?
Tapi sekarang aku ngerti kenapa aku susah banget suka sama orang.
Aku ngerti kenapa temenku bilang kalo aku nggak peka. Sebagai makhluk hidup, aku peka terhadap rangsang tapi aku nggak peka terhadap kode. Aku nggak bereaksi sama flirting-anmu, you have to find my switch first.
Sekarang aku ngerti kenapa aku bisa ngefans sama Arashi tanpa berpikir untuk pacaran atau nikah sama mereka.
Aku ngerti kenapa aku bisa bahagia tanpa pacar, cukup dikelilingi keluarga dan teman-teman terpercaya.
Aku ngerti kenapa kehilangan teman terasa lebih menyakitkan daripada pacar.
Aku ngerti kenapa aku bisa "membuang" masa lalu dan temenan lagi sama mantanku (He's one of my best partners in the world. See you at the top, my buddy!).
Karena aku perlu ikatan emosional yang kuat buat menjalin hubungan, dan aku dapetin itu dari orang-orang kepercayaanku. Aku merasa dicintai dan aku merasa cukup. Aku nggak ngerti apakah nanti bakal nikah sama salah satu dari teman-temanku, tapi yang pasti aku nggak mau menghabiskan sisa hidupku sama orang yang nggak kukenal baik. In my case, I need 1-2 years. Tapi bisa lebih cepet kalo punya kesamaan di beberapa aspek tertentu. Aku setuju soal "nikah dulu baru 'pacaran'" tapi aku nggak setuju sama "coba dulu, siapa tau cocok". Cari partner dunia akhirat kok coba-coba?
Persis sama kata-katanya Mas Sho di Yakai waktu ditanya soal Taichi-kun yang barusan nikah:





Dan jadi inget katanya Shimada Shinsuke di Himitsu no Arashi-chan, "Relationship starts when the condition is bad". Selama aku masih nyaman sama hidupku sekarang, kayaknya aroma-aroma relationship masih belum tercium tahun ini, tahun depan, atau 3-4 tahun mendatang. Cuma Allah yang tahu.
Sebelumnya aku minta maaf kalo ada yang tersinggung atau sakit hati sama tulisanku. Atau kamu akan ngeliat aku berbeda dari sebelumnya, gapapa, itu hakmu. Aku nggak bisa ngatur pendapat orang lain, dan kamu juga sama. Orang lain cuma bisa berbicara, tapi siapa yang menentukan kamu bakal sakit hati atau nggak itu adalah dirimu sendiri.
Nggak ngerti harus mulai nge-rant dari mana. Mungkin flashback dari 1-2 tahun terakhir? Berarti itu umur 20 taun ya? Oke. Jadi seperti yang kita tau kalo umur 20-an itu termasuk masa kritis sebagai manusia. Apa lagi kalo bukan masalah karir dan nikah khususnya (aku lebih suka nyebutnya 'settle down' biar maknanya lebih luas)? Saudara di kiri dan kanan mulai mencoba 'peduli' dengan bertanya "Udah punya calon? Udah punya pacar? Lho kok belum punya pacar?" Dan jawaban saya? Silakan cari di postingan saya sebelumnya. Teman-teman kuliah mulai berskripsi ria, sidang, wisuda, dan nikah satu per satu. Mereka yang udah punya calon pasangan keliatan bahagia banget di foto nikahan mereka, atau mereka yang udah siap-siap nikah. Aku seneng lihatnya, jujur. Nikahan dan lahiran adalah momen yang membahagiakan meskipun kamu nggak kenal mempelainya.
Tapi yang single gimana?
Berikut ini adalah kutipan chat from a certain group chat.
A: Cie mbak B tinggal menghitung hari
B: Aduh A jangan bahas manten, nanti banyak yang baper
A: Aku aja udah baper kok B.
B: Jangan baper A, sabar... Semua nanti pasti bakal jadi manten kok
C: Satu per satu teman-teman melepas masa lajangnya. Aku kapan ya? Jadi baper deh
D: Hmmm B bikin kita baper
B: Latihan D, sebelum nikah. Lebih baper nanti XD
C: Ya Allah B jahat ngiming-imingi aku
D: Hmm aku sabar aku rapopo T_T
B: Maafin ya C...
Satu kalimat buat si tukang baper: Kamu tega banget. Sebetulnya masih ada chat baper yang lebih lengkap dan panjang dan berulang tapi males ngetik. Lagian isinya juga sama. BAPER.
Yang single baper. Oke kamu boleh baper. Kamu berhak baper, itu manusiawi. Tapi kalo bapernya terus-terusan itu ganggu banget asli. Pikiran-pikiran negatifmu itu ganggu sesama single di sekitarmu. Mereka yang aslinya tenang akhirnya ketularan insecure, thanks to your laments. Ada lagi yang suka pasang status-status baper, quotes, dan kutipan-kutipan ayat Quran dan Hadits soal nikah di berbagai platform media sosial. Sebar kutipan-kutipan tadi sebenernya boleh karena bisa mengedukasi orang lain yang belum tau. Tapi kalo berkali-kali akhirnya misused dan itu sangat menyebalkan dan... menyedihkan. Kayak nunjukin kalo kamu pingin banget nikah (aku nyebutnya "kemrabi"), udah siap nikah, siap menyongsong masa depan yang lebih indah dengan pernikahan. Ditambah berita yang hits baru-baru ini, soal anak ustadz yang nikah muda pake banget. Semakin menjadilah semangat para pejuang baper ini buat nikah secepatnya, secepat kilat. Bayangan indahnya pernikahan kayaknya udah memenuhi pikiranmu siang dan malam. Ya sekarang terserah sih kalo kamu mau nikah muda, kita beda prinsip :)
Kamu boleh baper. Kamu berhak insecure, apalagi kalo kamu cewek. Itu manusiawi. Tapi kalo bapernya terus-terusan itu ganggu banget. Asli. Liat ke dirimu sendiri. Udah siap nikah belum? Nikah itu tanggung jawabnya besar lho. Jangan terbuai sama manis-manisnya aja tapi nggak tau gimana cara ngedapetin dan mertahaninnya. Manusia juga nggak bisa "auto-dewasa" dengan menikah lho.
But there's something strange.
Aku marah dan capek. Aku capek baca keluhan-keluhanmu. Kamu menuh-menuhin timeline dan hapeku dengan keluhan-keluhan yang sama. Kamu yang gampang banget ke-trigger soal pernikahan, kembali baper dan meracuni pikiran orang lain. Mungkin karena prinsipku "Jodoh datang di waktu yang tepat pada orang yang tepat. Jodoh bukan balapan" ya, aku jadi sewot. Tapi aku nggak ketularan baper dan meratapi nasib kejombloan ini.
"Ah mungkin karena aku memang masih suka sendiri."
"Ah mungkin karena aku quirkyalone dan introvert."
"Ah mungkin karena aku masih fokus kuliah sama nyari kerja aja. Nanti juga kepikiran buat nikah kok."
"Ah mungkin karena aku lagi suka banget sama Arashi." --> *suka banget kok terus-terusan XD*
dan sejumlah 'Ah mungkin' lainnya.
Aku nggak ngerti kenapa kamu baper. I don't feel a thing. What the hell was wrong with me? Am I that ignorant to "that" matter? Sampe akhirnya aku browsing tentang "Aromanticism" dan nemuin tes-nya (barangkali mau nyoba XD di sini sama di sini). And I found the missing link.
I show a tendency to be a demiromantic and demisexual. Demiromantik dan demiseksual masuk dalam daerah abu-abu spektrum aromantik dan aseksual. Seorang demiromantik demiseksual bisa nunjukkin indikasi aromantik aseksual, tapi mereka juga bisa menjalin hubungan sama orang lain, dengan syarat utama: harus ada ikatan emosional yang kuat sama orang itu. Cara orang demiromantik demiseksual untuk mendapatkan cinta nggak melulu dari pacaran atau nikah, bisa dari orangtua, bestfriends, saudara, teman kerja, dll. Jadi kalo misalnya kamu suka sama orang yang kebetulan -- atau apesnya -- demiromantik padahal kamu nggak deket, trus kamu nembak, aku jamin hasilnya NO. Sorry. Nggak tau kalo Mas Anang.
That's why I don't understand your insecurities.
Not because I don't care.
Because I can't.
I CAN'T understand your insecurities.
I CAN'T feel your insecurities.
Aku nggak ngerti kenapa kamu perlu baper waktu bahas soal nikah, undangan, akad nikah, atau tunangan.
Aku nggak ngerti kenapa jadi single terlihat seperti kutukan dan nikah adalah satu-satunya cara untuk membangunkanmu dari mimpi buruk.
Aku nggak habis pikir sama orang-orang yang gampang jatuh cinta dan gonta-ganti pacar dalam waktu singkat.
Aku nggak ngerti kenapa kamu hipersensitif soal jodoh.
Aku nggak ngerti kenapa kamu mau cepet-cepet nikah dengan resiko kamu nikah sama orang yang baru kamu kenal.
Aku gak bisa bayangin aku harus habisin sisa hidupku sama orang asing yang tiba-tiba datang dan nyampurin urusan sama prinsip-prinsipku. Kamu pikir kamu siapa?
Tapi sekarang aku ngerti kenapa aku susah banget suka sama orang.
Aku ngerti kenapa temenku bilang kalo aku nggak peka. Sebagai makhluk hidup, aku peka terhadap rangsang tapi aku nggak peka terhadap kode. Aku nggak bereaksi sama flirting-anmu, you have to find my switch first.
Sekarang aku ngerti kenapa aku bisa ngefans sama Arashi tanpa berpikir untuk pacaran atau nikah sama mereka.
Aku ngerti kenapa aku bisa bahagia tanpa pacar, cukup dikelilingi keluarga dan teman-teman terpercaya.
Aku ngerti kenapa kehilangan teman terasa lebih menyakitkan daripada pacar.
Aku ngerti kenapa aku bisa "membuang" masa lalu dan temenan lagi sama mantanku (He's one of my best partners in the world. See you at the top, my buddy!).
Karena aku perlu ikatan emosional yang kuat buat menjalin hubungan, dan aku dapetin itu dari orang-orang kepercayaanku. Aku merasa dicintai dan aku merasa cukup. Aku nggak ngerti apakah nanti bakal nikah sama salah satu dari teman-temanku, tapi yang pasti aku nggak mau menghabiskan sisa hidupku sama orang yang nggak kukenal baik. In my case, I need 1-2 years. Tapi bisa lebih cepet kalo punya kesamaan di beberapa aspek tertentu. Aku setuju soal "nikah dulu baru 'pacaran'" tapi aku nggak setuju sama "coba dulu, siapa tau cocok". Cari partner dunia akhirat kok coba-coba?
Persis sama kata-katanya Mas Sho di Yakai waktu ditanya soal Taichi-kun yang barusan nikah:





Kita se-visi misi, Mas :3
Dan jadi inget katanya Shimada Shinsuke di Himitsu no Arashi-chan, "Relationship starts when the condition is bad". Selama aku masih nyaman sama hidupku sekarang, kayaknya aroma-aroma relationship masih belum tercium tahun ini, tahun depan, atau 3-4 tahun mendatang. Cuma Allah yang tahu.